Novel Opu Daeng Risaju, Kisah Tragis Perempuan Emas yang Pantang Menyerah dan Paling Dicari Belanda
Oleh Darmawati
UPT SMP Negeri 3 Baebunta
Penulis : Idwar Anwar
Penerbit : Pustaka Sawerigading
Ukuran : xvi + 504 halman
ISBN : 978-602-9248-58-6
“Kalau hanya karena adanya darah bangsawan mengalir dalam tubuhku sehingga saya harus meninggalkan partaiku dan berhenti melakukan aksi perjuangan, maka irislah dadaku dan keluarkanlah darah bangsawan itu dari dalam tubuhku supaya Datu (Raja) dan Hadat tidak terhina kalau saya diperlakukan tidak sepantasnya.”
Opu Daeng Risaju (1880 – 1964)
Kisah tragis perempuan pejuang yang pantang menyerah dan paling dicari Belanda
Pamajjah (1880 - 1964), yang lebih dikenal dengan nama Opu Daeng Risaju dari Sulawesi Selatan. Dia salah seorang tokoh perempuan pejuang di Indonesia. Dia menghabiskan masa tuanya dari penjara ke penjara karena aktivitas politiknya melawan penjajah dan gelar kebangsawanannya di copot. Beliau berjuang hingga usia sepuh walau disiksa fisik dan batin, hingga harus berpisah dari suami.
Opu Daeng Risaju di usia 50 an, dia pernah ditangkap dan dipaksa berjalan sejauh 40 kilometer dari desa La Tonro sampai Watampone. Diusia tuanya, pernah disiksa berlari mengelilingi lapangan luas. Dia juga dipaksa berdiri menatap terik matahari selama satu jam.
Kemudian di dekat telinganya, diledakkan senjata api, hingga dia pun terjatuh pingsan. Ketika siuman telinganya tuli
Di tahun1972, saat berusia 47 tahun, dia aktif di PSII (Partai Serikat Islam Indonesia) di Pare-pare. Tiga tahun kemudian, di tahun 1990, dalam usia 50 tahun, dia menjadi ketua PSII di kabupaten Luwu, Sulawesi Selatan.
Berbagai macam dilakukan penjajah untuk menghentikan langkah Opu Daeng Risaju. Dia dipaksa menghentikan aktivitasnya di partai. Dia disiksa agar tidak lagi menghasut rakyat melawan penjajah.
Dia dipenjara. Gelar kebangsawanannya dicopot. Tapi Opu Daeng Risaju terus menerjang. Dia terus pula berjuang walau harus berpisah dengan suaminya.
Beliau sangat teguh dalam agama dengan melakukan ajaran Islam, Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Di tahun 1953, beliau dikirim Kahar Mudzakkar di Jawa Barat, menghadapi Kartosoewirjo di tahun 1949, empat tahun sebelumnya, mendeklarasikan berdirinya Negara Islan Indonesia.
Buku Opu Daeng Risaju: Kisah Tragis Pejuang yang Pantang Menyerah dan Paling dicari Belanda merupakan Novel historiografi dalam memperkenalkan sosok wanita tangguh yang dianugerahi pahlawan nasional tahun 2006 oleh Presiden SBY.
Buku ini, kita tidak hanya disajikan tentang sosok pribadi dan sepakterjang Opu Daeng Risaju, tetapi juga terdapat beberapa peristiwa penting yang terjadi di tana Luwu, sebelum dan sesudah Proklamasi Kemerdekaan RI.
Buku ini juga sangat kaya dengan data-data sejarah, bukan hanya yang terjadi di Luwu, Sulawesi Selatan, tetapi di Indonesia. Karena itu, patutlah diacungkan jempol kepada saudara Idwar Anwar yang mampu meramu hingga mengemas menjadi sebuah novel.
Namun, di akhir cerita, pembaca dibuat penasaran dengan tidak adanya kabar tentang H. Muhammad Daud (suami Opu Daeng Risaju} setelah mereka berpisah.
***
Idwar Anwar seorang penulis yang lahir di Palopo, 6 oktober. Mulai menulis puisi sejak SMP, dan lanjut belajar menulis cerpen saat SMA. Banyak aktivitas yang dilakukan setelah menamatkan kuliah pada fakultas Sastra, jurusan Sastra Asia Barat Universitas Hasanuddin.
Beberapa aktivitasnya: menjadi sekretaris Panitia Festival dan Seminar Internasional La Galigo 2002 di Barru dan di Luwu Utara 2003, Redaktur Pelaksana di Tabloid Aliansi Barru (1999); Ketua Dewan Kesenian Palopo (2005-2015); Sekretaris DPC PDI Perjuangan Palopo (2010-2015); Sekretaris DPD Banteng Muda Indonesia (BMI) Sulsel (2016-2020); Anggota Dewan Kesenian Makassar, dll.
Sampai sekarang aktif menulis dan ratusan tulisannya tersebar di berbagai media, berupa artikel (budaya), esai, puisi, dan cerpen. Beberapa bukunya antara lain: Zikir (Kumpulan sajak, 1997); Mata Ibu (Sehimpun Cerpen); Ibu Temani Aku Menyulam Surga (Kumpulan Cerpen, 2002); Ensiklopedi Sejarah Luwu; Ensiklopedi Kebudayaan Luwu; La Galigo Turunnya Manusia Pertama (Novel Jilid I); La Galigo, Mutiara, Tompoq Tikkaq (Novel Jilid 2); La Galigo: Lahirnya Kembar Emas (Novel Jilid 3); Cerita Rakyat Tana Luwu (Jilid 1); Cerita Rakyat , Nurani Rakyat (Antologi Cerita Rakyat Sulawesi Selatan); Perang Kota, Perlawanan Rakyat Luwu 23 Januari 2019); Merah di Langit Istana Luwu (Novel); Buku Teks Muatan Lokal Sejarah dan Kebudayaan Luwu untuk SD, SMP, dan SMA.
Selain itu, karyanya juga diterbitkan antara lain dalam buku Mendengar Tangis I La Galigo (Kumpulan Puisi) 2019, Melerai Jarak (Antologi Cerpen Bersama) dan Antologi Puisi Bersama, Kata-kata yang Tak Menua, Janji di Bulan Desember, Tentang yang, dan Kata Harus Dibaca. Nama Idwar juga terdapat dalam buku Apa dan Siapa Penyair Indonesia yang diterbitkan oleh Yayasan Hari Puisi Indonesia yang terbit Oktober 2017.Dapatkan bukunya di: www.pustakasawerigading.com