Rovers in het vaarwater, De VOC en de zeerovers van de Indische Archipel
Ketika itu April 1613, Hendrick Bruystens muda tiba di Hindia sebagai kepala pedagang, di mana dia memulai karir yang menjanjikan dan sukses dengan Verenigde Oostindische Compagnie (VOC).
Pada tahun-tahun berikutnya Bruystens melakukan perjalanan melalui Kepulauan Hindia dan menyaksikan beberapa peristiwa penting yang nantinya akan memperkuat kedudukan VOC dan menjadi penguasa perdagangan di kawasan Nusantara.
Pada tahun 1615 Bruystens melakukan perjalanan ke pantai Coromandel, antara tahun 1618 dan 1619, ia menjadi sekretaris Gubernur Jenderal ketiga Laurens Reael, bahkan ia ikut serta dalam penaklukan Jakarta pada tahun 1619.
Dalam buku W. PH. Coolhaas, ‘Een Indisch verslag uit 1631, van de hand van Antonio van Diemen’, Bijdragen en Mededelingen van het Historisch Genootschap. Deel 65 (1947), dituliskan bahwa kariernya yang mengesankan ini terus berlanjut meraih kesuksesan.
Pada tahun 1620, Hendrick Bruystens menjadi warga negara bebas dan tinggal di Batavia. Hendrick Bruystens kemudian menjadi juru sita Batavia dari 1 Juli 1620 hingga 5 Oktober 1621. Bahkan kemudian menjadi anggota dewan kota pada tahun 1623.
Pada bulan Juli 1629, pedagang dan pejabat yang sukses ini akhirnya dipenggal kepalanya karena pembajakan.
Beberapa peristiwa dianggap menjadi latar belakang dijatuhkannya hukuman penggal kepada Bruystens. Misalnya, ketika Bruystens menyerang kapal: pada tahun 1623 dia melakukannya, dengan izin Pemerintah Agung, dengan tiga yacht memburu kapal-kapal Portugis.
Bruystens bahkan telah menangkap kapal-kapal dan menjual kargo (152 bungkus kain dan 200 budak) yang membuatnya menjadi orang kaya. Kejadian ini ditulis H.E. Niemeijer, dalam Batavia. Een koloniale samenleving in de 17de eeuw (Amsterdam 2012) hoofdstuk 6, 4 e bladzijde.
Akan tetapi mengapa Bruystens, seorang pedagang yang sangat sukses dan pejabat penting dalam pelayanan Kompeni kemudian dipenggal? Apa sesungguhnya yang terjadi sementara itu?
Beberapa pertanyaa muncul yang akan dijawab di dalam buku ini. Apakah Bruystens memang menjadi bajak laut yang menyerang kapal tanpa izin? Apakah dia menyerang kapal yang salah, atau bahkan kapal Kompeni itu sendiri? Atau apakah dia tidak lagi disukai oleh Jan Pieterszoon Coen, seperti yang tersirat dalam judul sebuah artikel dari tahun 1935? Seperti yang diuraikan A. Hallema, dalam “De lotgevallen van den opperkoopman-vrijburger Hendrick Bruystens van Gorcum en zijn conflict met den Gouverneur-Generaal Jan Pietersz. Coen. Een aanvulling op de jongste Coen-biographie, alsmede een bijdrage tot de geschiedenis der eerste vrijburgers in Ned. Oost-Indië, en tot die van de practijk der Indische strafwetgeving tijdens Gouverneur-Generaal Coen’ De Indische Gids Vol. LVII No. 9 (1935).
Apa pun alasannya, Kompeni telah menetapkan bahwa Bruystens telah menjadi bajak laut. Kisah ini diuraikan dengan bail dalam tesisnya, Rovers in het vaarwater. De VOC en de zeerovers van de Indische Archipel. Penelitian ini mencoba menjawab berbagao pertanyaan tersebut berdasarkan sumber-sumber primer VOC.
***
Jika semua surat-surat, kertas-kertas, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, kontrak-kontrak, laporan-laporan, dan jenis-jenis dokumen VOC lainnya yang masih ada ditempatkan dalam satu lemari panjang, maka panjang lemari ini akan mencapai beberapa kilometer.
Arsip Nasional di Den Haag memiliki panjang sekitar 1.269,60 meter dan arsip ANRI di Jakarta setidaknya 2,5 kilometer. Selain itu, terdapat pula koleksi arsip yang lebih kecil lagi yang tersebar di seluruh dunia, seperti di Chennai (India) dan Cape Town (Afrika Selatan).
Dokumen-dokumen yang panjangnya berkilo-kilometer ini berisi banyak sekali informasi sejarah tentang Kompeni, yang dengannya berbagai subjek dapat diselidiki.
Meski demikian, sumber tersebut tidak selalu dapat dipercaya, karena mencerminkan sikap, pendapat, dan persepsi VOC. Perspektif lain, kontradiktif atau tidak, tidak atau hampir tidak muncul dalam sumber-sumber ini.
Tentu dalam penelitian sejarah, hal ini bisa menjadi bahaya besar bagi subjek-subjek penelitian yang tidak ada sumber lain di luar sumber VOC. Sebab perspektif lain dianggap tidak memiliki kekuatan. Seperti kata pepatah terkenal, sejarah ditulis oleh para pemenang.
Hal ini tentu juga dirasakan Bram van den Hout saat menulis tesis ini. Namun demikian, ia mampu mengurai dengan baik serangkaian data yang begitu banyak tentang kasus yang ditelitinya. Karena itu, tesis ini sangat layak dibaca untuk mengetahui seperti apa persoalan bajak laut dalam pandangan VOC dan peristiwa-peristiwa apa saja yang terjadi di masa kejayaan tokoh yang diceritakannya (ed).