Batasan Kewenangan Pejabat Gubernur dan Bupati/Walikota yang Ditunjuk
Siaran Pers BKN Terkait 104 Jabatan PPK Alami Kekosongan Jelang Pemilu, Pahami Batasan Kewenangan Pejabat yang Ditunjuk
Badan Kepegawaian Negara (BKN) mengeluarkan rilis terkait Terdapat 104 Jabatan PPK Alami Kekosongan Mendekati Pemilu Serentak agar dapat memahami Batasan Kewenangan Pejabat yang Ditunjuk.Dalam rilisnya disebutkan bahwa mendekati kontestasi politik pada tahun 2024, Badan Kepegawaian Negara (BKN) mencatat terdapat 104 Instansi Pemerintah Daerah yang akan mengalami kekosongan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) seperti Gubernur/Bupati/Walikota karena berakhirnya masa jabatan atau telah mencapai masa akhir jabatan (Data BKN per 31 Desember 2022). Untuk itu BKN mengingatkan adanya sejumlah batasan kewenangan dan ketentuan bagi pejabat yang ditunjuk (Pj/Plt/Plh) terkait dengan pelaksanaan manajemen ASN.
Dalam hal terdapat kekosongan PPK, pejabat yang ditunjuk tidak dapat melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, promosi, dan mutasi kepegawaian. Pejabat yang ditunjuk juga tidak dapat mengambil keputusan dan/tindakan yang bersifat strategis. Di antaranya berupa keputusan dan atau tindakan yang memiliki dampak besar seperti penetapan perubahan rencana strategis dan rencana kerja pemerintah; dan keputusan yang berdampak pada perubahan status hukum pada aspek organisasi kepegawaian dan alokasi anggaran.
Namun jika terdapat kebutuhan Instansi Pemerintah, pejabat yang ditunjuk dapat melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, promosi, dan mutasi kepegawaian setelah mendapat validasi dari BKN berupa pemberian Pertimbangan Teknis (Pertek) dan/atau Surat Keputusan (SK) atas nama Kepala BKN.
Terkait dengan ketentuan tersebut, BKN mengimbau pejabat yang ditunjuk agar memperhatikan aspek norma, standar, prosedur, dan kriteria (NSPK). Jika ada keputusan PPK dan/atau pejabat yang ditunjuk menyalahi ketentuan NSPK manajemen ASN, Kepala BKN dapat melakukan tindakan administratif sesuai Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2022 tentang Pengawasan dan Pengendalian NSPK Manajemen ASN.
Adapun batasan kewenangan dan mekanisme teknis usul layanan kepegawaian oleh pejabat yang ditunjuk akibat adanya kekosongan PPK diatur dalam sejumlah ketentuan, di antaranya: UU ASN, UU 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan; Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 sebagaimana diubah menjadi Peraturan Pemerintah 17 Tahun 2020 tentang Manajemen PNS; dan Surat Edaran Kepala BKN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Kewenangan Pelaksana Harian dan Pelaksana Tugas dalam Aspek Kepegawaian.
Rilis yang ditandatangi Kepala Biro Hubungan Masyarakat, Hukum, dan Kerja Sama Badan Kepegawaian Negara, Satya Pratama menggunakan tanda tangan elektronik ini menekankan perhatian para pejabat yang ditunjuk agar tetap menjaga netralitas dalam menghadapi pemilu 2024 mendatang.
Dengan demikian, tentu saja BKN melakukan pembatasan kewenangan Pj di 2022-2023. Berdasarkan data, jika Pilkada tetap dilaksanakan serentak pada November 2024 terdapat 271 daerah kemungkinan dijabat oleh penjabat (Pj).
Oleh karena itu, ketentuan untuk 271 daerah yang akan dijabat Pj itu telah diatur dalam UU Pilkada Pasal 201 ayat 9:
(9) Untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota yang berakhir masa jabatannya tahun 2022 dan yang berakhir masa jabatannya pada tahun 2023, diangkat penjabat Gubernur, penjabat Bupati, dan penjabat Wali kota sampai dengan terpilihnya Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali kota dan Wakil Wali kota melalui Pemilihan serentak nasional pada tahun 2024.
Ketentuan Pj dijelaskan dalam Pasal 201 ayat 8 dan 9 UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota:
(1) untuk mengisi kekosongan jabatan Gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan Gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) untuk mengisi kekosongan jabatan Bupati/Wali kota, diangkat penjabat Bupati/Wali kota yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi pratama sampai dengan pelantikan Bupati, dan Wali kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam Pasal 132A Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah dijelaskan beberapa kewenangan Pj.
Ada empat poin yang tidak boleh dilakukan oleh Pj yakni:
a) melakukan mutasi pegawai;
b) membatalkan perizinan yang telah dikeluarkan pejabat sebelumnya dan/atau mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan yang dikeluarkan pejabat sebelumnya ;
c) membuat kebijakan tentang pemekaran daerah yang bertentangan dengan kebijakan pejabat sebelumnya; dan
d) membuat kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan penyelenggaraan pemerintahan dan program pembangunan pejabat sebelumnya.
Sedangkan dari surat Kepala Badan Kepegawaian Negara bernomor K.26-304/.10 pada 19 Oktober 2015, ada dua catatan khusus terhadap tugas dan kewenangan Pj:
a. Penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian untuk melakukan mutasi pegawai yang berupa pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian dalam/dari jabatan ASN, menetapkan keputusan hukuman disiplin yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, kecuali setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri.
b. Penjabat kepala daerah memiliki kewenangan mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum (civil effect) pada aspek kepegawaian tanpa mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri yang antara lain berupa pengangkatan CPNS/PNS, kenaikan pangkat, pemberian izin perkawinan dan perceraian, keputusan hukuman disiplin selain yang berupa pembebasan dari jabatan atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai pegawai negeri sipil, dan pemberhentian dengan hormat/tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil selain karena dijatuhi hukuman disiplin. (red)