Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Selayar, Menelusuri Jejak Pulau Tana Doang

sejarah selayar sejarah kepulauan selayar sejarah kabupaten kepulauan selayar sejarah selayar island sejarah selayar sulawesi sejarah selayar news selayar selayar island selayar dive resort selayar sulawesi selayar dimana selayar seafood selayar kab selayar news selayar adalah selayar airport flights takabonerate takabonerate selayar takabonerate sulawesi selatan takabonerate national park taka bonerate island   Salaijer, Salier, Saleijer, Saleyer, Silajara, Sileya, atau Tana Doang, merupakan beberapa penulisan di beberapa literatur yang ditemukan. Nama ini merupakan penamaan yang merujuk pada nama Selayar yang saat ini dikenal sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Sulawesi Selatan, Kabupaten Kepulauan Selayar. Menarik untuk menelusuri sejarah selayar, jejak pulau Tana Doang, yang dikenal dengan Green Gold atau Takaboneratenya.

Salaijer, Salier, Saleijer, Saleyer, Silajara, Sileya, atau Tana Doang, merupakan beberapa penulisan di beberapa literatur yang ditemukan. Nama ini merupakan penamaan yang merujuk pada nama Selayar yang saat ini dikenal sebagai salah satu kabupaten kepulauan di Sulawesi Selatan, Kabupaten Kepulauan Selayar. Menarik untuk menelusuri sejarah selayar, jejak pulau Tana Doang, yang dikenal dengan Green Gold atau Takaboneratenya.

Ada beberapa pendapat yang berbeda mengenai penamaan “Selayar”. Pendapat itu merupakan dugaan yang didasarkan pada data sejarah yang sangat terbatas yang sempat mereka baca, dan dari cerita nenek moyang yang diterima secara turun-temurun. 

Sampai saat ini, belum ada penelitian yang mendalam dan mampu mengungkap mengenai sejarah awal keberadaan Selayar. Sumber tertulis mengenai hal itupun boleh dikata tidak ada, dan cerita rakyat yang memuat kisah tentang terbentuknya Selayar juga sangat sedikit, sehingga sulit memberikan pemahaman, bahkan menyesatkan. 

Ada yang mengatakan bahwa data tertulis yang pernah ada yang memuat tentang awal terbentuknya Selayar telah hilang karena terbakar. Sejumlah manuskrip yang ada, masih disimpan oleh orang perorangan dan dianggap sebagai barang keramat sehingga sulit diperoleh.

Ada yang mengemukakan bahwa Selayar berasal dari kata “salah layar”. Hal ini didasarkan pada pernyataan yang dilangsir bangsawan Ternete yang menyebutkan bahwa adik Sulthan Ternate pernah melakukan pelayaran menuju satu tujuan tertentu. Tetapi karena satu dan lain hal, mereka kehilangan arah dan terdampar di sebuah pulau yang kemudian dinamakan “Selayar”. 

Jika dikaji lebih jauh, penamaan ini berdasarkan data sejarah yang masih baru, karena jika penamaan Selayar didasarkan pada keterangan tersebut, berarti ia muncul dan baru dikenal sekitar abad XV. Sementara dalam kitab Kartagama Pupu XIV ditemukan bahwa nama Selayar sudah dikenal pada masa pemerintahan Majapahit pada abad XIII, yaitu sekitar dua abad sebelum pelayaran yang dilakukan oleh adik Sulthan Ternate seperti yang disebutkan di atas.

Jika pada abad XIII nama Selayar sudah dikenal di Majapahit, maka sangat mungkin nama itu sudah dikenal oleh orang luar pada abad-abad sebelumnya. Dan berdasarkan data sejarah yang ada, penamaan itu sangat mungkin diberikan oleh pelaut-pelaut Sriwijaya. 

Dalam catatan sejarah Cina, disebutkan bahwa pada abad VIII pelaut-pelaut Sriwijaya telah melakukan pelayaran ke wilayah bagian timur Nusantara sampai ke Irian. Seorang peziarah agama Budha yang bernama I-Tsing, pada abad VII pernah singgah dua kali di Sriwijaya dalam perjalanan ziarahnya menuju dan kembali dari India. 

Ia mengemukakan bahwa bahasa perantara (linguapranka) yang dipakai di kerajaan Sriwijaya pada waktu itu adalah bahasa Kwunlun dan bahasa Melayu kuno. Seandainya keterangan itu benar, menunjukkan bahwa Selayar telah menjalin hubungan pelayaran dan perdagangan internasional sejak abad VII Masehi.

Dilihat dari segi bahasa, kata “Selayar” tidak memiliki kemiripan dan ciri yang sama dengan kosakata dalam bahasa Jawa kuno atau Melayu kuno. Mungkin kata “selayar” berasal dari dua suku kata yaitu “satu layar” yang ketika kedua kata itu digabungkan menjadi “selayar”. Kata “satu layar” ini bisa saja merujuk pada jenis perahu asli masyarakat setempat yang umumnya memakai satu layar. 

Kata “Selayar” sebagai sebuah nama wilayah/ daerah mulai dikenal setelah Indonesia terbentuk. Sebelumnya, yaitu pada masa pemerintahan Belanda yang berlangsung dari tahun 1605 sampai 1945 menyebutnya “Salaijer” atau “Salier”. 

Jadi pada dasarnya, kedua penamaan tersebut di atas berasal dari kata “Silajara” sebagaimana masyarakat setempat menyebutkan nama daerahnya. Kata “Silajara” oleh orang Belanda disesuaikan dengan dialeknya menjadi “Salaijer” atau “Salier”, sedangkan dalam dialek bahasa Indonesia menjadi “Selayar”. 

Kata “silajara” dalam bahasa setempat berasal dari dua suku kata, yaitu “si” yang berarti satu dan “lajara” yang berarti penahan angin yang bisa berarti layar pada perahu atau penutup pada bagian depan dan belakang rumah yang berbentuk segitga. 

Jadi “silajara” dalam hal ini dapat diartikan sebagai “satu layar”. Bagi masyarakat Selayar yang menggunakan bahasa Bonerate, menyebutkan “Selayar” dengan nama “Sileya”. Tetapi mengenai penyebutan tersebut, belum ada penelitian yang menjelaskannya.

Pulau Selayar juga dikenal dengan nama “Tana Doang”. Penamaan ini berasal dari bahasa Selayar yang terdiri dari dua suku kata, yaitu “tana” yang menunjukkan keterangan tempat yang berarti tanah, daerah, atau pulau, dan “doang” yang menunjukkan kata benda yang berarti udang, dan doa atau harapan. 

Jadi Tana Doang dalam pengertian yang pertama dapat diartikan sebagai “pulau yang berbentuk udang” dan dalam pengertian yang kedua dapat diartikan sebagai “pulau harapan”. Tana Doang dalam pengertian yang kedua didukung oleh sebuah keterangan yang menyebutkan bahwa para pelaut yang berlayar dari arah barat, seperti dari Sumbawa dan Malaka menuju Selayar atau sekedar melewati Selat Selayar ke arah timur, pantang menyebut nama Selayar. 

Ketika pulau Selayar telah tampak oleh pandangan mata, mereka hanya boleh menyebut, “telah tampak Tana Doang”. Jika telah tampak Bira, disebutnya “doata” yang berarti doa/ harapan kita. Dalam budaya masyarakat setempat, ketika a’limbang (menyeberang) melewati Selat Selayar, biasanya mereka membuat sesajen yang disertai dengan kalomping dan telur yang diturunkan ke laut dengan harapan pelayaran mereka dapat selamat sampai di tujuan. 

Kalomping adalah daun sirih yang dilipat dengan menggunakan pola tertentu. Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa nama Tana Doang adalah nama gelar atau penghormatan untuk pulau Selayar. Sehubungan dengan penamaan pulau Selayar, seorang Belanda bernama N.P. Van Der Stok mengatakan, “Het eiland Salaijer, ook wel Tana Doang, Silaja endoor de inwoners gewoonlijk Salaijara genoemd”, yang secara bebas dapat diartikan sebagai, “Pulau Selayar sering juga disebut Tana Doang, Silaja dan penduduknya menyebutnya Salajara.

Dari semua keterangan tersebut di atas, ada kemungkinan bahwa nama Selayar adalah penamaan yang diberikan oleh orang-orang luar, terutama mereka yang datang dari bagian barat Nusantara. Sedangkan nama Tana Doang adalah nama yang diberikan oleh orang Selayar sendiri. (dikutip dari buku Selayar dan Pergerakan A.G.H. Hayyung, Pemberontakan Terhadap Kungkungan Budaya dan Penjajahan

Dapatkan bukunya di www.pustakasawerigading.com